Bagaimana Cara Melihat Tuhan? Dimana Tuhan?


Dulu saya sering bertanya pada diri saya sendiri; Jika Tuhan wujud, kenapa saya tidak bisa melihatNya?

Padahal, seringkali saya dijejali oleh penjelasan bahwa Tuhan itu berbeda dengan makhluk. Namun, karena dominasi hawa nafsu dan angkara murka; hati saya buta, pikiran pun tak ada tumbuh kembangnya.

Akhirnya, pada suatu hari saya diberikan petunjuk dari sebuah kutipan buku.

Bodohnya Pikiran Saya
...
Maka, saya berkata padanya, "Ah, saya tidak mau coba itu...."
Ia pun tangkas membalas, "Coba dulu, dong! Biar tahu rasanya. Nanti pasti minta lagi, kamu kan belum pernah mencoba. Nah, mau enggak? Kalau belum pernah coba mana tahu? Semua itu kan harus dicoba dulu baru tahu!"

Saya pun menjawab, "Eh, kamu pernah enggak digigit ular?"
"Belum!" katanya.
"Hm, mau coba enggak?"
"Apa kamu gila?!" katanya lagi.
Kemudian, saya kembali berkata, "Lho, kan kamu belum pernah coba? Coba dulu dong, siapa tahu enak!"

Tak mau kalah, kawan saya itu menimpali, "Mana mungkin enak? Semua orang juga tahu kalau yang namanya digigit ular itu bahaya!"
"Nah, berarti kamu tahu kalau digigit ular itu bahaya padahal kamu belum pernah coba, kan? Begitu juga saya. Saya tahu kalau yang namanya narkoba itu bahaya. Begini saja, saya beli ular dulu, lalu saya bikin ularnya menggigit kamu, nanti baru saya pakai obat kamu. Oke?"

la pun terdiam tanpa kata-kata!



Percaya != Tahu
...
Sebaliknya, kita akan mengambil sebuah contoh yang  begitu sederhana tetapi dapat membuat Anda memahami  betapa pentingnya kepercayaan seseorang. Saya yakin tentu  Anda mempunyai orangtua, entahkah mereka masih hidup  atau tidak. Tapi, pertanyaan yang hendak saya ajukan di sini  adalah apakah Anda tahu siapa orangtua Anda?

Ketika Anda membaca ini mungkin Anda akan  berkomentar bahwa saya aneh. Jelas Anda tahu siapa  orangtua Anda. Akan tetapi, saya akan bertanya lagi, "Apakah  Anda yakin bahwa Anda tahu siapa orangtua Anda?" Lalu,  Anda akan berkata lagi bahwa Anda yakin. Tetapi, cobalah  pikirkan hal ini. Anda tahu orangtua Anda, atau Anda percaya  bahwa mereka adalah orangtua Anda? Ini penting karena  tahu dan percaya adalah dua hal yang sangat berbeda. Tahu adalah sesuatu yang didukung oleh logika, sementara percaya  mengesampingkan logika.

Anda mengatakan bahwa Anda mengetahui orangtua  Anda. Namun menurut saya, dari seluruh orang di dunia  ini, yang betul-betul mengetahui siapa orangtuanya mungkin  hanya 20%. Selebihnya hanya percaya kalau orangtua yang  mereka lihat adalah orangtua mereka, tanpa pernah  mengetahui orangtua yang sebenarnya. Mengapa saya  mengatakan hal ini? Itu karena, saya berpikir secara logis.  Cobalah pikirkan hal berikut ini. Ketika Anda mengatakan  bahwa Anda mengetahui orangtua Anda, di mana logikanya?  Ingat, logika adalah sesuatu yang didasarkan oleh bukti,  bukan tesis belaka.

Nah, sekarang, apa buktinya bahwa mereka adalah  orangtua Anda? Apakah Anda mempunyai foto sewaktu kecil  ketika Anda baru dibawa keluar dari rumah sakit? Bisa saja  itu foto hasil rekayasa. Mungkjin Anda adalah anak hasil  adopsi yang memang diambil dari rumah sakit tersebut. Dan,  hal itu dirahasiakan oleh kedua orangtua Anda hingga  sekarang. Kalau begitu, dapatkah Anda membuktikan bahwa  orangtua Anda saat ini adalah orangtua Anda? Pernahkah  Anda mencocokkan DNA Anda dengan kedua orangtua  Anda? Kalau pernah dan hasilnya sama, mungkin saya baru  percaya. Tapi, itu pun saya baru percaya 75% karena mungkin  saja terjadi kesalahan pada saat pengecekan.

Apakah Anda pernah memusingkan hal ini? Saya rasa  jawabannya adalah tidak karena Anda sesungguhnya sudah  masuk pada zona kepercayaan. Di dalam zona ini Anda tidak  mau lagi ambil pusing apakah hal itu masuk akal atau tidak.  Yang penting bagi Anda adalah Anda percaya, terserah orang     mau berbicara apa. Persoalan ini tidak akan memengaruhi  Anda karena Anda sudah percaya.
...

Dikutip dari buku karya Deddy Corbuzier, berjudul 'Mantra'.


Baik, dari sini intinya selama ini saya sudah salah dalam mencari keberadaan Tuhan. Jadi, saya mulai mengubah pola pikir saya; memekakan hati untuk berkomunikasi langsung dengan Tuhan yang asli bagi saya.

Akhirnya saya semakin percaya pada Islam; agama yang diturunkan kedua orang tua saya. Saya semakin percaya karena ada banyak hal yang saya pertanyakan selama ini dibahas dengan kiasan ayat yang indah dan jelas. Selain itu, banyak hal yang lebih dahulu terbukti dalam Qur'an. Tuhan pun berjanji bahwa Ayat Qur'an dijamin tidak akan mudah berubah. Sehingga untuk ke sekian kalinya saya semakin yakin.

Ketiga, tiap ciptaan lebih rendah derajatnya dari Pencipta
Tuhan membuat manusia->manusia membuat komputer->komputer membuat mesin->mesin membuat benda.

Benda tak bisa bicara->mesin berkomunikasi dengan aktuator->komputer berbicara dengan kode biner->manusia berbicara dengan mulut dan baha tubuh->Tuhan?

Benda tak tahu apa-apa->mesin hanya bisa sesuatu yang telah diprogramkan sampai dia rusak->komputer bisa memahami berbagai macam program->manusia tahu banyak hal->Tuhan?

Benda tidak bisa apa-apa->mesin bergerak dengan sensor, kadang sering error->komputer bisa melihat mesin dan benda->manusia bisa melihat ciptaannya->Tuhan?

benda tidak bisa apa-apa->mesin melihat sebagai listrik yang mengalir dari sensor->komputer melihat sebagai deretan biner->manusia melihat sebagai wujud visual->Tuhan?

Itulah kenapa Tuhan tidak bisa diwujudkan dalam mata. Meski manusia melihat fotonya dikomputer, prosesor hanya memproses deretan biner. Ia tak bisa mengenali manusia tanpa diprogram.

Kalau kita tidak merasa sudah membuat alam semesta, apa pantas bilang tidak Ada Tuhan?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Antara Cermin dan Kamera

Cukuplah Berusaha dengan Hati dan Cinta

Tidak Ada Pilihan Yang Salah, Tapi Semua Pilihan Memiliki Konsekuensi (Termasuk Dosa)