Antara Cermin dan Kamera

http://www.neilzehr.com/images/mirror.jpg

Sebagai seorang pendiam, aku sering bertanya pada diriku sendiri. Beberapa pertanyaan yang tak penting, memang. Sebenarnya aku bisa saja melemparkan pertanyaan ini pada orang di sampingku, tapi ketika aku hendak mencobanya, terasa ada sebuah energi yang amat kuat, ia terus memaksaku untuk tetap duduk, ia seperti sugesti kuat yang selalu berusaha membuatku percaya bahwa aku sedang duduk di kursi yang berlapis super glue.

Selepas beraktivitas, aku lepaskan semua rasa penatku di dalam sebuah ruangan berkasur empuk, lalu entah kenapa, tiba-tiba aku bertanya pada diriku sendiri, "Aku tuh, ganteng gak sih?"
"Ganteeng, coba deh lu ngaca," aku mencoba menjawab pertanyaanku sendiri dengan nada agak semangat.
"Wow, betul. Tapi kok, aku gak pernah bisa deket sama cewek, yah?"
"Lah, lu kan pendiem."
"Setahuku, orang diam gak perlu susah-susah deketin cewek!"
"Hmm, iya sih. Coba lu pakai kamera. Mungkin cara kerja sel-sel mata wanita mirip ama cara kerja kamera."

Aku segera mengambil handphone dari saku celanaku, lalu dengan tangan kiri aku meraih sisir di sebelahku untuk menata rambutku yang selalu acak-acakan. Ku hadapkan kamera HP 2 megapiksel di depan wajahku. Dengan perlahan, aku menekan tombol OK, dan berusaha agar HP yang aku pegang tetap berada pada posisinya. Tak lupa juga, aku memaksa kedua sudut bibirku terangkat sedikit keatas, sekaligus menahan kedua sisi bibirku agar tetap bersentuhan--cheese.

"Wadoh, jelek amat?" aku kaget setengah heran ketika melihat hasil jepretan kamera yang berbeda jauh dibandinggkan saat aku berpose di depan cermin.
"Gelap amat, vro. Coba lu cari posisi ma light yang pas," balasku.

Aku berputar-butar di seluruh sisi ruangan, dan mencari sudut dan pencahayaan yang pas. Setelah beberapa kali selfie, akhirnya aku bisa mendapatkan hasil jepretan yang terbaik.

"Apa gua bilang, lu tuh ganteeeng." Aku mencoba berbicara dengan sedikit berbangga diri, walaupun sebenarnya hati ini masih belum puas. Meskipun sampel foto dari cermin dan kamera telah membuktikan bahwa aku adalah orang tamvan, aku masih merasa ada sesuatu yang janggal. Ya, aku sadar. Hati tidak seperti akal, dia tidak butuh bukti, tapi dia butuh dimengerti *eaaa

Aku mulai berbicara pada diriku sendiri lagi, "Percuma dong, sudut pas, light pas, hasil sudah bagus. Tapi cewek kan beda sama kamera."
"Hmm," aku tidak ahu harus berkata apa.
Aku tidak bisa menilai diriku sendiri, di sisi lain akupun tak tahu bagaimana mencari jawaban yang sebenar-benarnya untuk pertanyaan bodoh ini. Itu membuat aku semakin gila, setiap melihat cermin atau kamera, hati kecilku mulai berkaca-kaca, sambil berbisik pelan ia bertanya, "Aku tuh, ganteng gak sih?"

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cukuplah Berusaha dengan Hati dan Cinta

Tidak Ada Pilihan Yang Salah, Tapi Semua Pilihan Memiliki Konsekuensi (Termasuk Dosa)